Kilas Berita :
Home » » Dakwah Kemuslimahan sebagai Segmen Unik dan Potensial: Masihkah Tersia-siakan ?

Dakwah Kemuslimahan sebagai Segmen Unik dan Potensial: Masihkah Tersia-siakan ?

Written By PUSKOMDA Priangan Timur on 18 Okt 2012 | 10/18/2012

”Of knowledge we have none, save what You have taught us” (Quran 2:32)

”Sesungguhnya wanita itu adalah pendamping pria.” (HR Ahmad dan Abu Daud)

Pernyataan tersebut adalah sabda Rasulullah Saw. ketika beliau diutus ke dunia. Sejak saat itu, paradigma pemikiran dan perlakuan terhadap wanita berubah seratus delapan puluh derajat. Kedudukan wanita diangkat dan dimuliakan. Wanita dikatakan sebagai pendamping pria sebab pada setiap kesuksesan seorang pria pasti ada peran wanita yang sangat signifikan.

Hal penting yang akan selalu lekat dengan bagian hidup manusia adalah sejarah. Peran muslimah dalam jihad Rasulullah Saw. sangat signifikan. Sebagian besar mereka yang hijrah ke Habasyah pergi bersama istri mereka. Bahkan, sejarah Islam mencatat bahwa manusia yang pertama kali menyambut dakwah Islam adalah seorang wanita, yaitu Khadijah binti Khuwailid, istri Rasulullah Saw. Manusia pertama yang syahid di jalan Allah juga seorang wanita, yaitu Sumayyah. Selain Khadijah r.a. dan Sumayyah, masih banyak wanita-wanita Islam yang namanya abadi, yang menjadi pemegang peranan penting dalam dakwah Rasulullah Saw., seperti Aisyah r.a., Ummu Sulaim, Nusaibah, dan Asma binti Abu Bakar. Coba perhatikan kembali sejarah penting ini, tampak bahwa wanita dengan segala kelebihannya mampu berperan penting dalam perjalanan dakwah di masa Rasulullah Saw. Lalu, bagaimana dengan dakwah kita hari ini?

”Barangsiapa beramal saleh, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan ia mukmin, kami hidupkan dia dalam kehidupan yang baik [...]” (QS. 16:97).

”Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beriman diantara kamu, baik laki-laki maupun perempuan [ ...]” (QS. 3:195)

Dakwah muslimah seyogyanya menjadi sesuatu yang terinternalisasi dalam diri setiap muslimah yang memang telah tergerak hatinya untuk berada di jalan dakwah. Di manapun ia berdakwah, target utama yang dituju adalah wanita. Walau sebenarnya, siapapun, wanita ataupun laki-laki, dapat melakukan dakwah kepada wanita karena tidak ada larangan atau perintah yang mengkhususkan dakwah kepada wanita hanya oleh wanita saja. Pendekatan emosi, ikatan gender, dan cara-cara yang lebih halus pada akhirnya memberikan sentuhan khas mengapa dakwah para muslimah dapat lebih terfokus pada wanita saja.

Kita patut mempertanyakan kembali apakah dakwah muslimah cukup diserahkan kepada fungsi kultural dan personal saja? Wanita adalah ”pasar” yang sangat potensial. Sudah sangat jelas potensi-potensi itu; populasi wanita lebih dari setengah penduduk bumi; peran wanita bagi peradaban sangatlah strategis; wanita memiliki kekhasan serta kebutuhan tersendiri; pengangkatan isu diskriminasi yang pernah dialami wanita oleh sebagian orang (mereka ingin menjadikan wanita setara dengan laki-laki dalam segala hal, padahal ini sesuatu yang bias menurut takaran Islam).

Penyikapan oleh kemuslimahan harus dimulai dari sini sebab kemuslimahan adalah bagian dari dakwah. Dalam ke-syumul-an dakwah Islam yang diupayakan oleh dakwah kampus, lini-lini dakwah disegmentasi berdasarkan fungsinya. Kemuslimahan merupakan segmen yang sangat besar dan potensial.

Uniknya, wanita memiliki berbagai kekhasan dari segmen ini hingga memunculkan kebutuhannya sendiri—mulai dari pengetahuan, kesehatan, pendidikan, keterampilan, sampai pengembangan potensi dan kompetensi. Syari’at dalam berdakwah—yang mewajibkan dakwah kepada manusia bagi orang-orang yang terkena taklif—juga membuat dakwah kemuslimahan semakin khusus. Pengelola dan pelaku utama kemuslimahan akhirnya hanya muslimah saja. Pola pendekatan yang diterapkan pun disesuaikan dengan kekhasan wanita. Dengan demikian, perlu ada pengelolaan yang terstruktur, sesuai porsi, dan khusus—tidak bisa disamakan dengan segmentasi yang lain.

Pelaku dakwah kemuslimahan dituntut lebih giat lagi untuk menghadapi tantangan dalam memenuhi kebutuhan era baru kemuslimahan. Selain itu, pelaku dakwah tersebut juga siap mengakselerasi pengembangan dirinya. Ia harus siap menjadi konseptor sekaligus eksekutor, mau berpikir keras, belajar, peka terhadap permasalahan dan isu kewanitaan, mau mengerjakan hal-hal kecil hingga besar, keluar dari zona nyaman, mendalami Islam dan ideologi yang mengancam keislaman muslimah, berani muncul ke permukaan, siap ditokohkan, dan mampu ”berdiri” di atas kakinya sendiri.

Sejalan dengan tuntutan ini, maka keluhan-keluhan stereotip tentang akhwat yang eksklusif, “lemah”, malu untuk menjadi tokoh, selayaknya tidak perlu terdengar lagi. Terlepas dari tingkat representasi pendapat ini, patutlah diambil pelajaran darinya. Semangat ini bukanlah semangat untuk show up ataupun menang dari laki-laki sehingga menyalahi sunnatullah penciptaan, menghilangkan kodrat kewanitaan. Akan tetapi, ini adalah semangat untuk melakukan yang terbaik dalam memenuhi tuntutan dakwah. Hal ini layaknya semangat untuk mempersiapkan segala kekuatan untuk berperang. Segmen dakwah kemuslimahan yang layaknya puzzle penting bagi kejayaan umat ini maka jangan sampai terus-menerus tersia-siakan. Bangsa ini menunggu kita, para muslimah, untuk berbuat dan berkarya nyata!

Wallahu’Alam Bishawab.
 
 
| Risa Putria Utami
Share this article :

Puskomda FSLDK Priangan Timur

Puskomda FSLDK Priangan Timur
 
Support : Team MCD FSLDK Priangan Timur
Copyright © 2010. FSLDK Priangan Timur - Jawa Barat - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website | Editing by Team MCD
Proudly powered by Blogger