Kilas Berita :
Home » » Muslim Rohingya dan Masalah Toleransi Beragama

Muslim Rohingya dan Masalah Toleransi Beragama

Written By PUSKOMDA Priangan Timur on 24 Jul 2012 | 7/24/2012

Sebenarnya kasus tersebut sudah ditangani pihak kepolisian, tetapi adanya yang tidak puas. Kemudian mereka berupaya menghasut warga dengan membagikan selebaran yang berisi kejadian pemerkosaan dan pembunuhan yang dialami oleh wanita Buddha pada tanggal 28 Mei 2012. Kabar tersebut ditanggapi warga dengan menyerang sebuah bis berisi warga Muslim yang pulang dari ibadah. Setidaknya ada 10 warga Muslim tewas dibantai dalam peristiwa itu.

Konflik tidak berhenti sampai disitu. Salah satu sumber berita menyebutkan kekerasan disertai dengan pembakaran rumah terus berlanjut. Akibatnya sekitar 50 orang telah tewas dan 54 orang mengalami luka-luka, serta sekitar 30.000 warga mengungsi akibat kerusuhan yang terjadi. Sedangkan menurut laporan PBB, sekitar 10.000 warga di ibukota negara bagian Rakhine, Sittwe.

Yang menyedihkan, sekitar delapan kapal mengangkut 300 orang yang terdiri dari perempuan dan anak-anak berusaha menyelamatkan diri untuk mengungsi ke wilayah Bangladesh, tetapi mereka dikembalikan ke Myanmar, mereka sangat ketakutan dan banyak yang menangis. Mereka memerlukan penampungan sementara, bantuan makanan dan air yang saat ini disuplai oleh Militer Myanmar, LSM dan dermawan setempat.

Perlu diketahui bahwa negara Myanmar dibentuk oleh 7 negara bagian dan 7 kota. Rakhine adalah negara bagian yang berbatasan dengan Bangladesh dan menjadi tempat bermukim sebagian besar komunitas Muslim di Myanmar yang biasa disebut sebagai etnis Rohingya. Tetapi secara umum, mayoritas penduduk Rakhine tetap didominasi oleh kelompok Buddha.
Secara demografi tahun 2007 jumlah kaum Muslim sekitar 5 – 6 juta orang saja atau hampir 10 – 20 % dari total penduduk Myanmar. Agama Islam menjadi terbesar kedua yang dianut penduduk Myanmar dibawah Buddha. Tetapi dilematis, mereka dengan jumlah sebesar itu tetap tidak diakui sebagai penduduk asli Myanmar dan tidak mendapatkan fasilitas yang sama dengan penduduk lainnya.  Diskriminasi yang dialami kelompok Muslim di Myanmar tersebut sangat terlihat jelas ketika berkaitan dengan kepengurusan administrasi. Jika mengaku Buddha, untuk keperluan mengurus KTP dan surat-surat lainnya akan mendapat pelayanan mudah.

Penduduk Muslim Rohingya dianggap Pemerintah Myanmar sebagai pendatang dari India, Pakistan, Bangladesh atau Melayu. Meskipun mereka sudah menetap disana sejak lebih dari 1000 tahun yang lalu. Hal ini karena kultur dan bahasa mereka yang hampir sama dengan negara tetangga tersebut. Jadi, mereka ini tidak diakui secara politik mauput etnik.  Hak untuk menuntut atau protes dengan bebas karena pemerintah yang sangat represif terhadap mereka. Padahal kalau dirunut dari sejarah masa lalu, penduduk Muslim di Myanmar yang sebagian besar dari etnis Bengali turut membantu perjuangan dalam merebut kemerdekaan Myanmar.

Karena itu, sangat beralasan ketika mereka menyatakan ingin merdeka dari Myanmar. Rakyat Rohingya ingin mendapat hak hidup yang layak dan terwakili secara politik.

Pemerintahan Myanmar sampai saat ini di pegang oleh Junta Militer sangat kuat dan tidak menggubris meski kini menghadapi tekanan internasional. Bahkan parlemen yang pernah dibentuk setelah pemilu tahun 1990 pun tidak berbuat apa-apa. Malah pemimpinnya, Aung San Suu Kyi menjadi tahanan politik.

Seperti dikatakan oleh ketua Asosiasi Muslim Myanmar saat diwawancarai hidayatullah.com (akses pada 18/06/12), U Kyaw Zwa, bahwa hubungan buruk antara umat Islam dengan Buddha tersebut dipelihara dengan sengaja oleh pihak militer untuk menjadi kambing hitam atas setiap masalah yang sebenarnya dilakukan oleh militer sendiri. Karena itu, perlawanan untuk menekan Junta militer kemungkinan akan menurunkan permusuhan antara dua kelompok bertikai.

Meskipun reformasi politik telah dicanangkan pemerintah Myanmar sejak 2011 lalu, tetapi masih diragukan oleh banyak pihak. Baru-baru ini polisi menindak secara brutal kepada para demonstran yang hanya menuntut agar akses dan layanan listrik diperbaiki. Disinyalir karena masih adanya sejumlah petinggi militer yang antireformasi. (kompas.com, akses pada 18/06/12)

Kasus yang terjadi di Myanmar tersebut pernah juga terjadi di Indonesia sebagai negara yang mengakui fakta keberagaman. Oleh karena itu, Myanmar perlu sekali-kali belajar dari sejarah bangsa Indonesia yang multikultur meskipun mayoritasnya adalah pemeluk agama Islam.

Pada dasarnya Islam menghargai pluralitas dan mengakui fakta multikulturalitas dalam suatu tatanan masyarakat. Islam juga mengajarkan perdamaian. Dalam mendakwahkan Islam kepada masyarakat, para da’i selalu berpedoman pada Al Quran yang menyesuaikan tingkat intelektualitas obyek dakwah melalui 3 metode, yaitu hikmah, mengajarkan kebaikan, dan mendebat dengan cara yang baik.

Islam bagi bangsa Indonesia sudah menjadi landasan pokok dalam kehidupan masyarakat. Pancasila sebagai dasar negara merupakan hasil ijtihad para ulama yang melandaskan pada Al Quran maupun Shiroh Nabi saw. Dari Pancasila itu kemudian dijabarkan kedalam Undang-Undang Dasar 1945 untuk menjadi konstitusi bangsa Indonesia. Terbukti hingga saat ini, meskipun berbeda-beda ras, budaya, tradisi, bahasa, bahkan agama tidak menjadikan bangsa Indonesia berpecah belah. Sumber : fsldk.org
Share this article :

Puskomda FSLDK Priangan Timur

Puskomda FSLDK Priangan Timur
 
Support : Team MCD FSLDK Priangan Timur
Copyright © 2010. FSLDK Priangan Timur - Jawa Barat - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website | Editing by Team MCD
Proudly powered by Blogger